LITERASI DESA MEMBANGUN BANGSA
Pelajar
merupakan komponen masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya melalui proses pembelajaran formal maupun nonformal. Kemajuan
suatu negara sangat bergantung pada kondisi pelajar yang ada di dalamnya.
Sebagai komponen masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap baik buruknya
sebuah peradaban, mengharuskan pelajar memiliki kepribadian tinggi, semangat
nasionalisme, berjiwa saing, mampu memahami pengetahuan dan teknologi serta
berkarakter. Pelajar juga perlu memperhatikan bahwa mereka mempunyai fungsi
sebagai agent of change, moral force, and social control sehingga fungsi
tersebut dapat berguna bagi masyarakat. Biar bagaimanapun, mereka adalah
generasi penerus yang nantinya akan kembali menjadi masyarakat. Peran literasi
disini sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pelajar yang memiliki keseluruhan
elemen tersebut. Mengapa harus literasi? Bukankah literasi hanya kegiatan baca
dan tulis? Bukan, makna dari literasi tidaklah sesempit itu. Pemahaman tentang
literasi yang hanya kegiatan baca dan tulis adalah pemahaman orang awam. Tetapi
sebenarnya makna literasi sangatlah luas, salah satunya yaitu literasi sebagai
wadah untuk kita belajar memahami suatu bentuk persoalan ataupun kondisi baik
buruknya suatu tindakan. Perlunya kesadaran inilah yang harus ditanamkan kepada
generasi sekarang ini. Memang teknologi telah berkembang sangat pesat hingga
mengalahkan buku yang dahulu begitu familiar dikalangan pelajar. Tas ransel
yang begitu berat telah menjadi teman sehari-hari dalam menuntut ilmu. Hingga
terbesit sebuah pertanyaan dalam benak masyarakat. Apakah kita tidak akan
ketinggalan zaman jika hanya memegang buku saja? Tidak, asalkan kita bisa
menggali dan mengaplikasikan berbagai ilmu didalamnya. Buku adalah sumber ilmu.
Menjadikan buku sebagai sahabat membuat kita tidak akan ketinggalan zaman. Yang
menentukan ketinggalan zaman atau tidaknya seseorang adalah diri kita sendiri.
Bagaimana kita menyikapi kemajuan zaman tersebut. Jika bosan dengan bentuk
buku, kita bisa mengalih fungsikan handphone yang kita miliki untuk menjadi buku
elektronik sebagai sarana agar kegiatan literasi tetap berjalan. Banyak orang
merasa dirinya adalah orang yang paling sibuk dengan berbagai kegiatan di dunia
maya. Padahal sejatinya hanya sebagai pengikut zaman yang tidak tahu siapa yang
diikuti. Takut akan perubahan dan terlalu nyaman di zonanya adalah karakter
mayoritas pelajar saat ini. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman
mereka tentang makna sebenarnya dari literasi. Seberapa banyak pelajar di Indonesia
yang begitu sering datang ke
perpustakaan sekolah? Jawabannya ialah akan sangat banyak saat pembagian buku
pembelajaran atau yang lebih familiar disebut dengan buku paket.
Seberapa
banyak pelajar di Indonesia yang begitu sering datang ke warung kopi? Banyak sekali, bahkan hampir
semua pelajar setiap pulang sekolah akan langsung menuju ke tempat tersebut.
Dengan embel-embel banner bertuliskan “free wifi” telah membuat warung kopi
digemari oleh para pelajar. Bagaimana tidak? Hanya dengan membayar Rp. 3000,-
mereka sudah bisa memesan secangkir atau segelas minuman ditambah lagi akses
free wifi sepuasnya yang memudahkan mereka untuk bermain game, berselanjar di
dunia maya, dan aktivitas online lainnya tanpa menguras isi dompet mereka.
Tidak jarang kita temui mereka juga merokok, tetapi hal ini tidaklah pantas
dilakukan oleh seseorang yang memiliki gelar “pelajar”. Jika pada zaman dahulu
pendidikan sangat dilarang oleh para penjajah karena ketidakinginan mereka
bangsa ini pandai oleh aksara, maka seharusnya di zaman yang serba canggih
seperti sekarang ini, membuat kita berlomba-lomba untuk mencari ilmu-ilmu baru.
Tetapi kenyataannya, perkembangan zaman seperti sekarang ini banyak membuat
mereka terlena. Tidak hanya pelajar, para guru dan orang tua seakan masa bodoh
dengan kondisi yang terjadi saat ini. Mengikuti perkembangan zaman memang
penting, tetapi alangkah lebih baiknya kita juga tetap melestarikan nilai nilai
luhur budaya bangsa. Hal ini tertuang dalam serat Lokajaya, lor 11.629 yang
berbunyi Anglaras ilining banyu, ngeli
nanging ora keli. Dalam pernyataan tersebut dimaksutkan, silahkan kita
mengikuti perkembangan zaman tapi jangan sampai kita terjerumus dan terlena
dengan perkembangan zaman hingga lupa hakikat kita hidup di dunia. Peran
pelajar dalam hal ini sangatlah berpengaruh untuk membangun negeri yang kaya
raya ini. Negeri yang tidak diwariskan nenek moyang kita, tetapi negeri yang
kita pinjam dari anak cucu kita. Namun dalam pergerakanya acapkali langkah
pelajar ini tersandung oleh status mereka sebagai warga desa. Ungkapan ndeso
seakan telah menjadi gelar mereka dalam bersosialisasi. Sehingga timbulah sikap
kurang percaya diri dan masa bodoh dengan kondisi lingkungan sekitar. Karena rasa
malu itulah yang membuat mereka hampir lupa bahwa ndeso atau desa tempat mereka
dilahirkan adalah bagian dari negeri ini. Padahal peran aktif mereka sangatlah
dibutuhkan. Tidak perlu muluk-muluk
untuk membawa sebuah perubahan dalam negeri ini. Cukup kita mulai dari diri
kita sendiri kemudian dilanjutkan dari tempat kita dilahirkan. Langkah pertama
yang harus kita lakukan adalah sadar dengan kondisi lingkungan yang ada di
sekitar kita. Organisasi dapat menjadi pilihan untuk menjembatani pelajar dalam
menuangkan potensi yang ada dalam dirinya. Salah satu inovasi yang dapat
diterapkan adalah dengan mendirikan kelas kreatif. Kelas yang dimaksut disini
bukanlah mendirikan sebuah bangunan layaknya sekolahan. Tetapi, kelas kreatif
disini lebih dimaksutkan sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menumbuhkan
kebiasaan literasi kepada siswa-siswi sekolah dasar.
Kenapa
yang dituju adalah siswa-siswi sekolah dasar ? Sebab diseluruh desa di negeri
ini pastilah terdapat lembaga pendidikan sekolah dasar yang didirikan
pemerintah untuk memenuhi pendidikan anak-anak di desa. Selain itu, sekolah
dasar adalah gerbang awal mereka mengenal aksara. Alasan inilah yang memudahkan
kita untuk mengenalkan dan menumbuhkan kebiasaan literasi anak-anak melalui
kelas kreatif. Kelas keatif disini nanti tidak hanya sekedar perpustakaan
keliling yang isinya hanya membaca dan menulis. Tetapi juga diisi dengan
berbagai macam kegiatan menarik lainnya, seperti mendongeng, pemanfaatan barang
bekas, permainan tradisional dan juga nonton film. Sedangkan untuk
pelaksanaanya tidak pada jam sekolah melainkan pada hari libur. Tempat yang
digunakan juga tidak selalu diruang kelas. Kegiatan kelas kreatif akan lebih
sering dilaksanakan diluar ruangan dengan harapan memberikan suasana baru yang
lebih menyenangkan sehingga rasa untuk mencintai literasi akan semakin tumbuh
kuat dan mengakar. Selain itu, penempatan diluar ruangan merupakan sarana
praktik langsung bercengkrama dengan lingkungan sekitar. Sehingga ketika mereka
tumbuh besar nanti, mereka tidak akan malu dengan keberadaannya sebagai warga
desa. Sampai disini kita bisa melihat bahwa keberadaan kegiatan kelas kreatif
yang diadakan oleh para pelajar tersebut memiliki makna yang sangat luar biasa
bagi perkembangan generasi selanjutnya. Sehingga menjadikan pelajar yang ada di
pelosok desa negeri ini tidak malu lagi dengan statusnya sebagai warga desa.
Dengan adanya mereka di desa, mereka juga ikut membangun pendidikan di Indonesia
salah satunya di bidang literasi. Lantas bagaimana mengajak para pelajar yang
sudah kecanduan dengan budaya ngopi? Budaya ngopi bukanlah suatu tindakan yang
salah jika dilakukan diwaktu yang tepat. Justru budaya ngopi bisa kita
manfaatkan sebagai inovasi untuk meningkatkan literasi di tingkat pelajar.
Dengan memanfaatkan suasana warung kopi yang bisa dibilang begitu nyaman di
kalangan pelajar saat ini, kita bisa mendesain sebuah warung kopi menjadi
sebuah warung pustaka. Jadi, selain menyediakan minuman dan akses free wifi,
kita bisa menyediakan berbagai macam buku bacaan gratis di dalamnya. Yang pasti
kita nanti harus berkoordinasi dengan si pemilik warung untuk merealisasikan
kegitan warung pustaka ini. Saya kira hal ini tidak akan memberatkan si pemilik
warung. Mengapa demikian? Karena jika kegiatana ini sukses maka akan menarik
minat pengunjung untuk datang lagi dan lagi ke warung ini. Sedangkan untuk
menarik minat para pengunjung yang notabene pelajar yang sudah kecanduan dengan
gadged, maka langkah awal yang kita lakukan adalah menyelenggarakan kegiatan
ruang diskusi. Sebuah kegiatan bincang santai tentang sebuah buku. Pilihan buku
pertama kita adalah buku-buku tentang sejarah. Kita bisa lihat mayoritas
masyarakat di Indonesia ini tentulah sangat tertarik dengan hal-hal yang berbau
klenik. Ditambah bukti dengan adanya buku pastilah akan membuat mereka penasaran
dengan pembahasan buku tersebut. Dengan begitu kita bisa merebut hati mereka
dari cengkraman gadged. Peranan pemerintah desa juga sangat diperlukan untuk
menyukseskan program ini. Dengan memberikan fasilitas berupa perpustakaan desa.
Sehingga buku-bukunya nanti bisa dikelola dengan baik oleh para pelajar
milenial ini. Seiring dengan berjalanannya waktu, kegigihan kita dalam berjuang
pastilah akan menuai hasil. Maka dari itu niatkan dalam setiap kegiatan sebagai
ibadah kepada Allah SWT. Dengan membangun
desa berarti kita telah membangun Indonesia. Jayalah desaku, jayalah
Indonesiaku.
0 Komentar